1.
Teori
dan Arti Penting Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerjasama dibawah
pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu. Cara alamiah
mempelajari kepemimpinan adalah ‘melakukannya dalam kerja’ dengan praktik seperti
pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan
ini sang akhil diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan
pengajaran/intruksi. Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin
yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting
misalnya karisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan
memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington,
Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus
mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka
manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Teori
kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu ke dalam
berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap
teori menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi. Banyak penelitian
manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang sempurna. Hal ini
menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya. Dalam teori kepemimpinan,
ada beberapa macam teori di antaranya:
1.
Great Man Theory
Teori
ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat
(leader are born, not made). Dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin merupakan orang
yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan kualitas istimewa
yang dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang pemimpin di berbagai
macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat dikatakan orang yang
sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin besar. Senada dengan
hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam
dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi
pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan yang kedua dia
ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun
juga. James (1980), menyatakan bahwa setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan
sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi
orang lain yang berusaha membawa masyarakat ke arah yang berlawanan. Teori
kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin
besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar
turun-temurun. Sangat sedikit orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk
menjadi seorang pemimpin. Teori great man didasarkan pada gagasan bahwa setiap
kali ada kebutuhan kepemimpinan, maka muncullah seorang manusia yang luar biasa
dan memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan, sebagian besar pemimpin
adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar. Bahkan para peneliti
adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk nama teori tersebut
“great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang disebut orang besar adalah
atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin atau sifat personal, yang
membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.
2.
Teori Sifat
Teori
sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin
dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi
masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya.
Atas dasar pemikiran tersebut, timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin.
Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat
atau ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang
dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha
membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan
ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang
efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang
ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten
yang membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh
Cecil.
A.
Gibb (1969) bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi, lebih
cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan pemimpin.
Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari mereka
tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu cerdas
dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak menjadi seorang
pemimpin, barangkali orang ini berbeda terlalu jauh dengan kelompoknya. Pada
teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan
sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi
kepemimpinan. Selain itu juga, menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang
dikaitkan dengan keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya
akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain. Seorang pemimpin akan sukses
atau efektif apabila dia memiliki sifat-sifat seperti berani bersaing, percaya
diri, bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi,
intelegensi tinggi, hubungan interpersonal baik, dan lain sebagainya. Menurut
Judith R. Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter,
seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial
ekonomi, human relations, motivasi intrinsik dan dorongan untuk maju (achievement
drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (1994), bahwa seorang pemimpin itu
harus memiliki ciri-ciri ideal di antaranya:
a.
Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas,
pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
b.
Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi
pendengar yang baik, kapasitas integratif.
c.
Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang penting dan yang tidak penting, keterampilan mendidik dan
berkomunikasi secara efektif.
Menurut
Ronggowarsito, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki Hastabrata,
yaitu delapan sifat unggul seorang pemimpin yang dikaitkan dengan sifat-sifat
alam di antaranya:
a.
Bagaikan surya
Menerangi
dunia, memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang, arif, jujur, adil,
dan rajin bekerja sehingga negara aman sentosa.
b.
Bagaikan candra atau rembulan
Memberikan
cahaya penerangan keteduhan pada hati yang tengah dalam kesulitan, bersifat melindungi
sehingga setiap orang dapat tekun menjalankan tugasnya masing-masing dan
memberi ketenangan.
c.
Bagaikan kartika atau bintang
Menjadi
pusat pandangan sebagai sumber kesusilaan, menjadi kiblat ketauladanan dan
menjadi sumber pedoman.
d.
Bagaikan meja atau awan
Menciptakan
kewibawaan, mengayomi meneduhi sehingga semua tindakan menimbulkan ketaatan.
e.
Bagaikan bumi
Teguh,
kokoh pendiriannya dan bersahaja dalam ucapannya.
f.
Bagaikan samudra
Luas
pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seiya sekata.
g.
Bagaikan hagni atau api
Adil,
menghukum tanpa memandang bulu, yang salah menjalankan hukuman dan yang baik mendapat
pahala.
h.
Bagaikan bayu atau angin
Adil,
jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu. Dari penjelasan di atas, bahwa karakter
istimewa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup karakter bawaan dan
karakter yang diperoleh kemudian dikembangkan pada kemudian.
Adapun
kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat di antaranya:
a.
Terlampau banyak sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin
b.
Mengabaikan unsur follower dan situasi serta pengaruhnya terhadap efektivitas
pemimpin
c.
Tidak semua ciri cocok untuk segala situasi
d.
Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan mengabaikan apa
yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
Untuk
menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini telah banyak
dilakukan penelitian oleh para ahli dengan harapan dapat ditemukan model
kepemimpinan yang baik atau efektif. Namun kesimpulan dari hasil studi,
ternyata tidak ada satu model tunggal yang memenuhi harapan. Dalam kaitannya
dengan ciri-ciri pemimpin, J. Slikboer menyatakan bahwa setiap pemimpin
hendaknya memiliki tiga sifat, yaitu sifat dalam bidang intelektual, berkaitan
dengan watak, dan berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain
yang berbeda dikemukakan oleh Ruslan Abdulgani (1958) bahwa soerang pemimpin
harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani dan jasmani.
3.
Teori Perilaku
Teori
perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap
teori great man. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak
dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi
pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan
sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus
dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin
berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan
merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu
kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan
dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits)
seorang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk
diidentifikasikan.
Beberapa
pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku
dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku
kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian
hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam
satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku
kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F.
Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok
yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership),
seumpama satu orang menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan
fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan terfokus pada
satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam
hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a.
Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku
seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah,
mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan
kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu,
terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas
orientasi.
b.
Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku
pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan
pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan
kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku
bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki
kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan
dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada
sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya
ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur
melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap
bawahan atau hubungan kerja. Stoner (1978) mengungkapkan bahwa kecenderungan
perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan
gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik adalah
bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan
terhadap hasil yang tinggi juga. Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan
dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka
(kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa
kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin
akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para
bawahannya.
Demikian
pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang
cocok atau sesuai.
4.
Teori Kepemimpinan Situasional
Teori
kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan
pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku
kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki
kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori ini
muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku
pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam teori ini
dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel
situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari
beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan
yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan
yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Keefektifan kepemimpinan
tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap suatu situasi, tetapi tergantung
pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.
Seorang
pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan
kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang
dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena
tuntunan situasi tertentu. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam
model-model kepemimpinan di antaranya:
a.
Model Kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya
dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus
diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya
otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol
ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.
Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi
pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan
kebutuhan bawahan.
b.
Model Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut
model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang
terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin
yang efektif apabila:
1.
Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik.
2.
Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi.
3.
Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c.
Model Situasional
Model
ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan
tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam metode
ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan
hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang
dapat digunakan adalah:
1.
Memberitahukan;
2.
Menjual;
3.
Mengajak bawahan berperan, serta
4.
Melakukan pendelegasian.
d.
Model Jalan-Tujuan
Seorang
pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan
yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut
yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin
kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan
hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e.
Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian
utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan.
Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan
oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah
adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan
bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan
tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi
dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Pada
teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang di mana secara
dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang:
a.
Kemampuan Manajerial
Kemampuan
ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan seseorang.
Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman,
motivasi dan penilaian terhadap “reward” yang disediakan oleh perusahaan.
b.
Karakteristik Pekerjaan
Merupakan
unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan yang
penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi
dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan
kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi
efektivitas seorang pemimpin.
c.
Karakteristik Organisasi
Budaya
korporat, kebijakan, dan birokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang
manajer. Juga bila di dalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan
kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan
organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
d.
Karakteristik Pekerja
Dalam
karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman
dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer. Keberhasilan
seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan
perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi
organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut
Sondang P. Siagian (1994:129) adalah jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas,
bentuk dan sifat teknologi yang digunakan, persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan,
norma yang dianut kelompok, rentang kendali, ancaman dari luar organisasi,
tingkat stress, dan iklim yang terdapat dalam organisasi.
5.
Teori Kepemimpinan Karismatik
Dalam
teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui
memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan
berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi
pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supranatural dan kekuatan yang
luar biasa. Di mana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya. Seorang pemimpin
dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Karisma
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “berkat yang terinspirasi secara
agung” atau ”pemberian tuhan”. Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau memprediksikan
peristiwa masa depan. Para pemimpin akan lebih dipandang sebagai karismatik
jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi dan mendatangkan
biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat
menjadi komponen penting dari karismatik dan pengikut akan lebih mempercayai
pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi
daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang
pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar
dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi.
Menurut Weber (1947), karismatik terjadi saat terdapat sebuah krisis sosial,
seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik
pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka mengalami beberapa keberhasilan
yang membuat visi tersebut dapat terlihat, dapat dicapai dan para pengikut
dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Konsep
karismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin
yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang
muncul bersamaan dengan kekuasaan yang karismatik yaitu:
a.
Adanya seseorang yang memiliki bakat luar biasa;
b.
Adanya krisis sosial;
c.
Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut;
d.
Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan
luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta
e.
Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
House
(1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin karismatik mempunyai dampak yang
dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut
tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati,
merasa disayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional
dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat
memberi kontribusi terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan
kinerja tinggi.
Karismatik
negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi:
a.
Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi.
b.
Mereka lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada
idealisme.
c.
Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk
memperoleh kekuasaan, kemudian diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai
dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
d.
Mereka berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat
mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin.
e.
Otoritas untuk membuat keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan
dan hukuman digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat
berbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada
organisasi.
f.
Keputusan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan
pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Karismatik
positif memiliki orientasi kekuasaan sosial:
a.
Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya
identifikasi pribadi;
b.
Mereka tidak berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri,
tetapi lebih pada ideologi;
c.
Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan
secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan;
d.
Penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan
sasaran dari organisasi, serta
e.
Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
Beberapa
teori-teori membahas mengenai bagaimana karisma seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya.
Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh karisma pimpinannya
dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi proses
pengaruh karismatik seorang pemimpin yaitu:
a.
Identifikasi Pribadi (Personal Identification)
Identifikasi
pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang terjadi pada beberapa orang pengikut
namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada para
pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan
kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang
berkuasa.
b.
Identifikasi Sosial (Social Identification)
Identifikasi
sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri
sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para
pemimpin karismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan
antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang
dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin karismatik
dapat meningkatkan identifikasi sosial dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas
yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang lainnya.
c.
Internalisasi (Internalization)
Para
pemimpin karismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai
baru, namun lebih umum bagi para pemimpin karismatik untuk meningkatkan kepentingan
nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkannya
dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin karismatik juga menekankan
aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan
tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroik dan secara moral benar. Para
pemimpin karismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik
dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada
imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada
sasaran-sasaran objektif.
d.
Kemampuan diri sendiri (Self-efficacy)
Efikasi
diri sendiri merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan
kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif
menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok jika mereka bersama-sama dan
mereka menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin karismatik
meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual
mereka untuk melaksanakan misi kolektif akan berhasil.
2.
Tipologi
Kepemimpinan
Tipologi
kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam
kelompok.
Tipe-tipe
pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan
jenis-jenisnya antara lain:
a.
Tipe Otokratis
Seorang
pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri seperti
menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi
dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya, dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b.
Tipe Militeristis
Perlu
diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe
militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki
sifat-sifat berikut yaitu dalam sistem perintah dalam menggerakkan bawahan
lebih sering dipergunakan, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya
dalam menggerakkan bawahan, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan,
menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan
dari bawahannya, serta menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c.
Tipe Paternalistis
Seorang
pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang
memiliki ciri sebagai berikut yaitu menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (over-protective), jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan
sering bersikap maha tahu.
d.
Tipe Karismatik
Hingga
sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang
pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian
mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai
pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula
tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena
kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik,
maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan
kekuatan gaib (supernatural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak
dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang
kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy
adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada
waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak
dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng’.
e.
Tipe Demokratis
Pengetahuan
tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah
yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe
kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu dalam proses
penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha
mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu
tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
3.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keberhasilan pemimpin
Dalam
melaksanakan tugas kepemimpinan mempengaruhi orang atau kelompok menuju tujuan
tertentu, kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepemimpinan adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Kemampuan Personal
Pengertian
kemampuan personal adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke
dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang
lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan
perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin
yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi
kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan
menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian antara
potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak
terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.
b.
Faktor Jabatan
Pengertian
jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin duduki. Jabatan tidak dapat
dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan
terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi
satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama
mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan mempunyaI pengarauh
yang berbeda.
c.
Faktor Situasi dan Kondisi
Pengertian
situasi adalah kondisi yang melingkupi perilaku kepemimpinan. Disaat situasi
tidak menentu dan kacau akan lebih efektif jika hadir seorang pemimpin yang
karismatik. Jika kebutuhan organisasi adalah sulit untuk maju karena anggota
organisasi yang tidak berkepribadian progresif maka perlu pemimpin
transformasional. Jika identitas yang akan dicitrakan oragnisasi adalah
religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan
spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia
juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang tepat
atau tidak.
Reference :
http://ardiprawiro.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/41189/Bab%2B4%2BTOU%2B2.pdf
0 comment:
Post a Comment